Terjadinya tragedi rempang 07 September 2023 lalu, akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari langkah memuluskan proyek Rempang Eco-city yang digarap oleh PT Mega Elok Graha (MEG) dan didukung langsung oleh BP (Badan Pengusahaan) Batam dan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan hasil laporan tim investigasi solidaritas nasional Rempang, Tragedi bermula dari pengerahan aparat yang berlebihan untuk mengawal aktivitas proyek ini, diperkirakan setidaknya terdapat 60 unit kendaraan dengan 1010 personil gabungan diturunkan, pada akhirnya berujung terjadinya kekerasan terhadap masyarakat pulau rempang di jembatan 4 barelang, Kepulauan Riau. Suasananya mencekam, gas air mata yang ditembakan ke SMPN 22 dan SDN 24 Galang, jalanan disesaki polisi bersenjata. memantau situasi Truk-truk militer berukuran besar bergerak membuat cemas dan menakutkan.
Ada juga penangkapan terhadap masyarakat pengunjuk rasa, memeriksa ponsel mereka untuk mencari bukti yang memberatkan. Mereka juga menggeledah rumah, kehidupan kerja, dan urusan perpajakan mereka. Sebagai tekanan untuk meminta agar menarik diri dari perjuangan atas penolakan proyek Eco-city. Tragedi ini menyisakan trauma yang mendalam kepada banyak masyarakat pulau Rempang, terutama pada ibu – ibu dan anak-anak.
Peristiwa ini juga diakui sangat merugikan masyarakat 16 kampung tua di Pulau Rempang, secara ekonomi yang diakibatkan berhentinya aktivitas masyarakat karena fokus utamanya telah beralih kepada mempertahankan Kampung mereka dan menolak relokasi.
Pasca ramainya publik mengecam ucapan Menteri dan Panglima yang akan membuldozer dan mempiting masyarakat, tindakan kekerasan aparat dan penggunaan gas air mata di Rempang, hingga saat ini aparat kepolisian masih saja terus berlalu lalang di 16 kampung tua di rempang bahkan membuka posko pendaftaran relokasi, Tim solidaritas nasional untuk Rempang juga membangun Posko bantuan Hukum di pulau Rempang guna mendampingi warga yang masih ketakutan dengan hadir nya aparat di kampung mereka.
Perampasan Tanah Oleh Pelaku Usaha Yang Didukung Negara
Apa yang akan dirampas dari Rempang?, saat ini hidup disana para petani, nelayan, pengolah dan eksportir rumput laut, pedagang dan pemilik toko, kelong hasil laut, serta terdapat sepuluh sekolah dasar, tiga sekolah menengah pertama, satu sekolah menengah atas, rumah sakit, wisma wisata dan banyak pemukiman warga yang sudah permanen. “Orang-orang yang tinggal dan menetap di rempang ini punya cerita dan sejarahnya masing-masing. Seluruh cerita mereka ada disini. Mereka mencintai tanah ini. Mereka tinggal di sini sudah sejak lama. Kalau orang bertanya kepada kami, dimana desamu, Nanti, apa yang akan kami katakan, Identitas kami sudah hilang”.
Warga menjadi bertanya-tanya: mengapa pelaku usaha (Investasi) dan otoritas Pemerintah Kota Batam membutuhkan begitu banyak lahan” dan “apa yang akan mereka lakukan dengan lahan seluas itu?
Meski dihujani protes, Pemerintah hanya menganggap ketidakpuasan masyarakat sebagai “miskomunikasi”, diyakini juga oleh Pemerintah bahwa ini bukan penggusuran/relokasi tapi disebut pergeseran saja, dimana menggeser posisi tempat tinggal masyarakat ke wilayah Tanjung Banon, dan itu masih di (Pulau) Rempang.
Undang-Undang 1945 merupakan landasan konstitusional Bangsa Indonesia. Selain sebagai landasan konstitusional, juga merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia. dalam Pasal 33 berisikan landasan menjalankan perekonomian nasional serta pengelolaan sumber daya alam oleh Negara, dalam kasus Rempang, Pemerintah dalam hal ini telah melanggar pasal 33 UUD 1945, lebih mementingkan investasi dari pada tanggung jawabnya terhadap rakyat indonesia.(RN)