KPA EMC²

Partisipasi Kecilku Cegah Krisis Kesehatan dan Krisis Iklim Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

Greenpeace volunteers learn to spray water using hose during a training of Forest Fire Prevention (FFP) team in Pontianak, West Kalimantan. After two years break due to pandemic this year Greenpeace Indonesia holds a training and new recruitment for Forest Fire Prevention team and to be deploy in West Kalimantan area.

Beberapa Provinsi di Indonesia yang memiliki dampak terparah akibat kebakaran hutan dan lahan yang berulang adalah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Selama puluhan tahun terakhir, kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana yang menyebabkan krisis kesehatan bagi masyarakat Indonesia dan juga beribas ke Negara tetangga. Kini krisis tersebut diperparah dengan adanya penyebaran virus SARS-CoV-2 karena sama-sama menyerang paru-paru manusia.
Saya lahir di provinsi Riau, di Kuantan Singingi pada tanggal 13 November 2000, saya dibesarkan di Kabupaten Indragiri hulu, tepatnya di rengat barat yang juga merupakan areal gambut. Areal gambut tidak asing lagi bagi saya, karena tempat saya tinggal dikelilingi areal gambut dengan kedalaman yang bervariasi.
Saat ini saya diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari Tim Cegah Api (TCA) Greenpeace Indonesia, berbagai pengalaman dan sangat menyenangkan bisa bertemu dengan anak-anak muda yang tentunya mereka juga punya cerita yang menarik di balik persoalan Karhutla.

Disaat kabut asap menyelimuti tempat tinggalku, pertama kalinya di tahun 2015, waktu itu saya masih duduk dibangku SMK di salah satu sekolah di rengat barat. Indragiri hulu juga merupakan salah satu wilayah gambut yang kebakaran saat itu dan banyak wilayah lain yang ada di riau menjadi areal kebakaran lahan gambut. Hal ini berdampak pada banyak sektor, salah satunya adalah sektor pendidikan krisis kabut asap membuat kegiatan belajar mengajar terpaksa diliburkan lebih kurang 1 bulan.

Ini menjadi pengalaman yang tidak bisa dilupakan sebenarnya, karena sebagai siswa baru yang sedang semangat untuk belajar kami terpaksa libur sekolah karena kabut asap, tidak hanya itu kita juga terpaksa memakai masker dan tidak di perbolehkan untuk melakukan aktivitas diluar ruangan jika tidak penting. Banyak teman teman saya yang jatuh sakit terpapar kabut asap sehingga belajar dari rumah pun sulit untuk dilakukan.

Selain itu pada tahun 2019, bencana kabut asap itu kembali terjadi, membuat banyak aktivitas masyarakat dibatasi di wilayah riau salah satunya, saat itu saya sudah duduk dibangku kuliah menjadi mahasiswa Fisika di Universitas Riau. Selain menjadi mahasiwa saya juga bergabung disalah satu organisasi pecinta alam yang bergerak dibidang pelestarian lingkugan hidup.
Dampaknya begitu besar tidak hanya manusia, makhluk lainnya seperti hewan dan tumbuhan juga ikut terkana dampaknya. Saat itu aku mendengar cerita langsung dan melihat kesedihan langsung dari banyak masyarakat yang keluarga nya terpapar penyakit pernapasan dan iritasi akibat terpapar partikel debu yang sangat tinggi.

Upaya yang saya lakukan melawan bencana asap bersama teman-teman pencinta alam di Riau yaitu menggalakan budaya menanam untuk mencoba akhiri budaya menebang. Kita berusaha dengan memberikan edukasi kepada masyarakat yang berada dikawasan hutan ataupun masyarakat yang berada di kesatuan hutan gambut untuk terus berhati hati penggunaan api dan pengelolaan lahan di saat musim kemarau. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah terkait pengelolaan lahan tanpa bakar, diharapkan masyarakat di kawasan gambut tidak lagi melakukan pembakaran disaat mengelola lahan untuk menjadi areal pertanian. Tidak hanya kepada petani saja, kita juga mencoba masuk melalui remaja remaja yang masih berada didunia pendidikan untuk memberikan pemahaman kepada mereka terkait pendidikan lingkungan sejak dini supaya mereka dapat mengerti bahwa sebenarnya mereka adalah generasi yang berada di areal gambut yang akan terkena dampak langsung jika terjadi kebakaran di kawasannya.

Saat ini laju nya krisis iklim yang terjadi di dunia yang terus menghangat dan meningkatnya variabilitas dalam pola cuaca membuatnya mudah mendorong berbagai macam bencana yang terjadi di negeri ini, covid 19 pandemi menular yang menyerang dunia membuat banyak nya perubahan tatanan hidup dinegeri ini. Krisis iklim tidak hanya memicu terjadinya bencana alam, kenaikan suhu yang signifikan sehingga menurunnya kesehatan manusia menjadi sangat mudah untuk terserang berbagai macam penyakit.
Tidak hanya itu krisis iklim juga berkaitan dengan terjadinya karhutla, tingginya krisis iklim yang terjadi juga mendorong tingginya kebakaran hutan yang terjadi Karena panasnya suhu yang membuat semuanya akan sangat mudah menyebar luas.

Kesempatan yang diberikan kepada saya menjadi bagian dari Tim Cegah Api adalah sesuatu yang sangat berharga, karena dari sini saya akan mengembangkan banyak hal. Point yang sangat penting yang saya tanam kan dalam diri saya adalah pemadaman bukan lah tujuan utama dari Training ini, tapi pencegahan kebakaran. Cara yang baik adalah bagaimana kita dapat memahami bagaimana mencegah kebakaran dilahan gambut. Karena pada dasarnya kita hanya akan bisa memadamkan api yang kecil ketika api sudah besar maka kita sudah kalah hanya tuhan dan hujan yang akan memadamkannya.

Beranjak dari sini, saya berharap dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dan petani terutama yang berada disekitar hutan dan gambut untuk berhati hati dalam penggunaan api di saat kemarau dan menerapkan pengelolaan tanpa bakar dengan baik dan bijaksana. Selain melakukan ini sebagai seorang mahasiswa fisika pada skripsi saya, saya bersama dosen pembimbing saya Bapak Rahmondia Nanda Setiadi juga meneliti terkait karakteristik sifat kelistrikan dan sifat fisik tanah gambut, tujuan nya adalah hasil dari penelitian ini dapat diberikan kepada masyarakat gambaran terkait karakteristik tanah gambut lebih detailnya supaya dapat digunakan sebagai pedoman pemanfataan tanah gambut itu sendiri. (Rina Noviana)

Bagikan

LAMBANG

Lambang KPA EMC² adalah segitiga berada di tengah-tengah setengah lingkaran yang ada di atas dasar warna putih dengan sudut lancip di bawah dengan arti lambang menunjukkan kedudukan di FMIPA UNRI serta menunjukkan KPA EMC² berorientasi pada lingkungan dan kelestarian alam yang berbasiskan penelitian di dasari sebagai perwujudan dan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.